Dokter Soetomo dikenal sebagai salah satu tokoh pergerakan yang berangkat dari Perkumpulan Boedi Oetomo (1908). Pada tahun 1919 sampai 1923, Soetomo mendapatkan beasiswa dan melanjutkan studi spesialis kedokteran di Universitas Amsterdam, Belanda.
Selama kuliah, Soetomo ikut berkegiatan di Indische Vereeniging. Soetomo juga sempat dipilih menjadi ketua Indische Vereeniging periode 1921–1922. Indische Vereeniging selanjutnya dikenal sebagai Perhimpunan Indonesia.
Pada 1923, doker Soetomo kembali ke tanah air dan mengajar di Nederlandsch Indies Arsten School (NIAS) Surabaya. Sekembalinya ke tanah air inilah, ia dan kawan kawan cendikia melihat kondisi di tanah air yang kurang menyenangkan, khususnya dalam urusan kebangsaan.
Kemudian pada 1924, mereka membentuk ketompok studi, yang dikenal amat berpengaruh. Namanya Soerabaische Studieclub, yang aktif dalam diskursus kebangsaan saat itu. Menurut Perpustakaan Lemhanas, Studieclub ini dibentuk dokter Soetomo di Surabaya pada 29 Okiober 1924.
Peneleh Studieclub Soerabaia
Dalam menyambut dan menyambung semangat kebangsaan yang pernah dirajut oleh para cendikia di seperempat abad pertama di abad 20, Begandring Soerabaia bersama cendikiawan muda dokter Jimmy dan kawan kawan akan membentuk Peneleh Studieclub Soerabaia.
Peneleh Studieclub adalah reinkarnasi Soerabaiasche Studieclub. Keduanya ada kemiripan dalam peran di masyarakat. Soerabaiashe Studieclub aktif dalam diskursus kebangsaan saat itu. Sedangkan Peneleh Studieclub akan menggelorakan kembali diskursus kebangsaan saat ini dan nanti.
Peneleh dan Surabaya adalah satu tubuh. Peneleh adalah masa kecil Surabaya. Peneleh adalah sebuah naditira pradeca (desa di tepian sungai) Curabhaya sebagaimana tercatat dalam prasasti Canggu (1358 M).
Data sejarah, yang menunjukkan bahwa lingkungan Peneleh adalah wujud masa kekunoan dan Surabaya adalah wujud masa keninian, dapat disimak pada sumber prasasti Canggu (1358 M), Kitab Negarakertagama (1365 M), buku Er Werd Een Stad Geboren (Faber: 1953) dan penemuan benda arkeologi Sumur Jobong (2018) yang ternyata sudah ada pada 1430.
Dalam perjalanan waktu dan perkembangan zaman, di kawasan Peneleh ini tersimpan energi positif yang senantiasa memancar, membangkitkan serta menggelorakan jiwa jiwa pemberani mulai dari era klasik (Singasari dan Majapahit), Mataram, Pergerakan dan kemerdekaan.
Di bumi Peneleh, siapa dilahirkan dan menginjakkan kaki, dari sana mereka tumbuh menjadi para pemberani dan penggerak kebangsaan. Ada Tjokroaminoto, Soekarno, Muso, Kartosuwiryo, Alimin, Darsono, hingga Semaun. Mereka adalah orang orang yang tergodok oleh api Condrodimuko Peneleh.
Energi positif itu masih ada dan akan memanaskan wadah yang menjadi tempat melebur nya cendikiawan cendikiawan muda yang siap melakukan investigasi kebangsaan untuk menyongsong dan membangun masa depan bangsa.
Wadah peleburan itulah yang dinamakan Peneleh Studieclub yang segera akan dilaunching.
Program Peneleh Studieclub
Peneleh Studieclub ini adalah kelompok studi ilmiah anak muda, yang bertujuan untuk mendukung mencetak generasi muda yang berwawasan luas dan berkarakter kebangsaan. Model kegiatannya adalah diskursus kebangsaan dengan kegiatan kegiatan yang variatif dan aktif.
Menurut dr. Jimmy yang memandegani Peneleh Studieclub ini bahwa kegiatan kegiatannya berbentuk Nyinau Bareng (bedah buku), Gegeran Bareng (debat ilmiah), Nulis Bereng (belajar penulisan) dan Gotong Bareng (baksos).
Studieclub ini terbuka untuk umum dan diutamakan mahasiswa karena wadah ini menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mengasah dan mengekspresikan kompetensi akademik mereka di luar kampus.
“Ini berperan bagai kampus merdeka belajar”, jelas dokter Jimmy yang sehari hari bertugas di RSU. Dokter Soewandi, Surabaya.
Jimmy memang punya ketertarikan dalam bidang sejarah dan bersama Perkumpulan Begandring Soerabaia, ia mengembangkan ketertarikannya yang tentu ada kaitannya dengan seorang tokoh dokter. Yaitu dokter Soetomo.
Menurutnya Peneleh Studieclub ini akan berkegiatan di tempat yang berbeda beda dengan situasi yang mendukung. Misalnya di museum museum yang memiliki sarana diskusi seperti Museum Tugu Pahlawan dan Museum Pendidikan.
“Dengan begitu kita juga bisa mengajak publik memperkenalkan khasanah permuseuman di kota Surabaya. Dalam hal ini, kita tentu akan mengajak dinas dinas terkait”, jelas Jimmy. (Nanang)