Upaya bersama secara pentahelix dalam pengembangan Peneleh yang berbasis heritage dan usaha mikro kecil menengah (UMKM), sudah selangkah lebih maju.
Lima komponen dalam kolaborasi pentahelix melakukan Focus Group Discussion (FGD) dan sekaligus assesment di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh 46, Surabaya, Selasa (28/3/2023).
Lima komponen itu adalah Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Pemerintah Kota Surabaya, Bank Indonesia (BI) beserta assessor dari Pusat, Akademisi Universitas Airlangga, Komunitas Begandring Soerabaia dan Media. FGD dipandu Kukuh Yudha Karnanta, dosen FIB Unair.
Kolaborasi Pentahelix sangat dibutuhkan dalam upaya bersama pengembangan Peneleh, selain adanya komitmen dari semua pihak, saling mengisi dan membantu serta berbagi peran.
Diana Simanjuntak, M.Si, salah seorang assessor dari pusat, berharap ada peran dari masyarakat karena kegiatan ini adalah kegiatan yang berbasis masyarakat.
“Kegiatan ini dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Karenanya semua harus saling berbagi. Tidak ada yang menjadi superman. Yang ada adalah superteam,” terang Diana yang datang dari pusat bersama rekan assessor Lia Afrida SE MM.
Diana dan Lia sebenarnya sudah mulai melakukan pendataan potensi Penelah, Senin (27/3/2023).
Pada agenda assessment, Rabu (28/3/2023), mereka sudah punya gambaran awal dan menjadi dasar untuk mempertajam assesment di saat melakukan FGD bersama jajaran Pemerintah Kota Surabaya, komunitas, serta akademisi.
Lia dalam paparannya menjelaskan, kehadiran Bank Indonesia dalam kolaborasi ini bersifat pendampingan terhadap masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat mengenali potensi kampungnya untuk kemudian bersama sama dengan pihak terkait mengembangkan potensi mereka.
“Mereka itu memiliki sumber daya lokal yang bisa dikembangkan. Mulai dari sumber daya heritage sampai kuliner. Di sini ada benda arkeologi, ada bangunan heritage dan ada lingkungan perkampungan yang bersejarah,” jelas Lia yang sebelum FGD telah berkeliling kampung dan melihat Makam Belanda Peneleh.
Sesuai Undang Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 bahwa tujuan Pembangunan Kepariwisataan di antaranya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan lingkungan, alam, dan sumber daya.
Kegiatan ini targetnya jelas yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui UMKM yang tentunya berbasis lokal.
“Di antara ragam kuliner yang dikembangkan melalui UMKM haruslah ada yang mengangkat kuliner lokal yang historis sehingga upaya ini tidak hanya berdampak ekonomis tetapi sekaligus memperkuat jati diri,” tambah Diana karena ini sesuai tujuan Pembangunan Kepariwisataan, yaitu memperkokoh jati diri.
Peran Komunitas
Komunitas dalam kolaborasi ini adalah Begandring Soerabaia yang selama ini beraktivitas di lingkungan Peneleh.
“Yang menarik dari komunitas ini adalah bahwa pengurus Begandring bukanlah warga Peneleh. Semua dari luar Kelurahan Peneleh. Tapi mereka peduli terhadap Peneleh karena Peneleh menyimpan sejarah Kota Surabaya dari masa ke masa yang harus dijaga oleh warga Surabaya,” jelas Kuncarsono Prasetyo, direktur The Begandring Institute sebagai sub organ Begandring Soerabaia.
Ketika pihak luar mau peduli kepada Peneleh, maka warga Peneleh sendiri harus lebih peduli terhadap kampungnya. Karenanya, warga Peneleh harus terbuka dan responsif terhadap rencana kegiatan demi kepentingan bersama.
“Utamanya untuk warga Peneleh sendiri karena tujuan dari upaya pengembangan Peneleh yang berbasis heritage dan UMKM adalah demi peningkatan kesejahteraan mereka sendiri,” jelas Kuncarsono.
Direktur Utama Begandring Soerabaia Nanang Purwono menegaskan pihaknya hadir sebagai trigger pengembangan. Seiring dengan berkolaborasi dengan BI, Pemkot Surabaya dan media, Begandring juga membangun kolaborasi dengan negara lain demi pengembangan Peneleh.
“Kami juga sedang berkolaborasi dengan mitra di Belanda untuk pengajuan proposal kegiatan “The Shared History” antara Indonesia dan Belanda. Kegiatan bersama antara Begandring Soerabaia dan mitra di Belanda, TiMe Amsterdam, diharapkan dapat menjadi jembatan untuk mempererat hubungan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Belanda,” beber Nanang.
Nanang menambahkan, kolaborasi berdasarkan sejarah bersama (The Shared History) yang berobjek pada makam makam Belanda dapat membuka dan memberi informasi baik kepada masyarakat di kedua belah pihak antara Indonesia dan Belanda.
“Ada pun objek project ini adalah makam-makam yang memiliki sejarah bersama antara Surabaya (Indonesia) dan Belanda. Kegiatan ini sesuai dengan Tujuan Pengembangan Kepariwisataan sebagaimana tertungan dalam Undang Undang Nomor 10/2009, yang salah satunya adalah mempererat persahabatan antar bangsa,” terang Nanang.
Yayan Indrayana, sekretaris Begandring Soerabaia, menegaskan bahwa Peneleh memang menyimpan sejarah besar bangsa Indonesia di Surabaya.
Pria yang berprofesi sebagai arsitek itu lalu menjelaskan tentang pentingnya pengembangan Peneleh sebagai kawasan bersejarah.
“Peneleh ini memiliki lapisan sejarah mulai dari sejarah klasik, kolonial, pergerakan hingga kemerdekaan. Tidak ada di tempat lain di Kota Surabaya yang memiliki sejarah yang lengkap seperti Peneleh,” kata Yayan Indrayana.
Asal Mula Surabaya
Salah satu poin penting dalam upaya pengembangan Peneleh adalah kawasan ini diduga kuat sebagai asal mula Kota Surabaya.
“Saya kira Peneleh ini memiliki bahan dan sumber daya yang berbeda dari tempat lain di Surabaya. Peneleh memiliki riwayat sebagai cikal bakal kota Surabaya,” kata Siti Rachmawati dari perwakilan BI Surabaya.
Di saat proses FGD sedang berlangsung di Lodji, Nanang Purwono menerima kabar dari Museum Nasional Jakarta bahwa lempeng Prasasti Canggu yang sedang dicari dan ditelusuri oleh Begandring Soerabaia tersimpan dengan baik di Museum Nasional.
Kabar, yang dikirim melalui pesan Whatsapp itu, disertai dengan foto lempeng prasasti. Hal penting dari prasasti Canggu itu adalah tersebutnya nama Surabaya sebagai naditira pradesa (desa di tepian sungai) yang tertulis “i Curabhaya”.
Prasasti Canggu adalah prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit tertanggal 7 Juli 1358 M. Selama ini, kabar yang beredar di kalangan sejarawan dan budayawan bahwa Prasasti Canggu yang memuat tulisan Curabhaya tidak berada di tempat alias hilang.
Karena kabar itulah pada November 2022 lalu tim Begandring Soerabaia datang ke Museum Nasional di Jakarta untuk menanyakan keberadaannya. Pihak museum yang diwakili kepala Humas, mengatakan masih perlu mencari keberadaannya di gudang museum.
Selasa (28/3/2023) pihak museum memberi kabar keberadaan prasasti dengan mengirimkan foto prasasti. Prasasti Canggu ini penting bagi Kota Surabaya karena di sana ada kata Surabaya yang tertanggal 7 Juli 1358 M.
“Semoga kick off Pengembangan Peneleh oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pada 7 Juli 2023 berjalan lancar sesuai rencana. Karena tanggal 7 Juli itu adalah tanggal ditulisnya nama Surabaya pada Prasasti Canggu oleh Raja Hayam Wuruk. Yaitu, tanggal 7 Juli 1358,” pungkas Nanang. (tim)
One thought on “Kick off Pengembangan Peneleh Bertepatan dengan Tanggal Penulisan Prasasti Canggu”