Begandring.com-Kelas sejarah di Subtrack edisi Plampitan bukan hanya merangkum pengalaman peserta setelah menjelajah, melainkan juga forum diskusi dua arah antara peserta, warga, serta tim pemandu Subtrack. Dalam nuansa santai dan akrab, sejarah kota ditafsir dengan riang gembira, namun tetap berbasis referensi dan data.
Adalah Yayan Indrayana, sekretaris Begandring Soerabaia, yang memantik diskusi dalam sesi Kelas Sejarah Subtrack edisi Plampitan. Paparan disampaikan melalui ebook yang diproyeksikan ke dalam LCD Projector. Beberapa buku referensi terkait turut dipajang dan dapat dibaca oleh peserta.
Yayan Indrayana memberikan paparan dalam sesi kelas sejarah Subtrack edisi Plampitan. Foto: Begandring.com
“Untuk Subtrack ini kami menggunakan buku memoar yang ditulis Pak Roeslan, Masa Kecilku di Surabaya. Lalu ada juga disertasi tulisan William Frederick dari University of Hawaii berjudul Indonesian Urban Society in Transition: Surabaya, 1926-1946. Kami juga memakai buku Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia,” ujar Yayan.
Pemilihan ketiga buku itu didasarkan pada relevansinya dengan konten narasi yang dirasa perlu diketahui peserta.
Tiga referensi dalam menyusun materi Subtrack Plampitan. Sumber: Begandring.com
“Buku Pak Roeslan itu amat detil dan rinci menyebutkan nama-nama tokoh, makanan tradisional di era itu, permainan anak-anak, dan detik-detil lainnya. Kalau disertasinya Frederick lebih melihat Plampitan sebagai kampung yang dihuni banyak tokoh pergerakan. Banyak aktivitas konsolidasi massa serta percetakan-percetakan pamflet propaganda kemerdekaan ada di sana,” jelas Yayan.
Selain tiga buku di atas, Yayan melengkapi materinya dengan peta wilayah Plampitan, serta menjelaskan kondisi morfologi kampung secara kronologis. Pria yang berprofesi sebagai arsitek dan konsultan perencanaan wilayah itu mendapatkan dokumen-dokumen dari berbagai sumber dalam dan luar negeri.
Peta kawasan Plampitan dalam materi kelas sejarah Subtrack. Foto: Begandring.com
Yayan menuturkan, referensi dan dokumen di atas dibaca bersama-sama anggota komunitas Begandring lainnya. Lalu, dibahasakan kembali secara lebih sederhana agar lebih mudah dipahami. Meskipun rata-rata anggota Begandring relatif sudah memiliki wawasan tentang sejarah Surabaya, Yayan menyatakan usaha untuk menambah wawasan melalui bacaan tetap dilakukan.
“Kami juga sertakan kutipan dan screenshot dari sumber aslinya, agar peserta bisa tahu juga referensi yang kami gunakan. Basicnya, segala informasi yang diberikan pada peserta telah diverifikasi dari berbagi sumber baik buku, peta, foto, dan narasi warga, ” ujarnya.
Ebook materi kelas sejarah setebal tiga puluh halaman itu diberikan kepada peserta sesaat sebelum acara. Dengan begitu, peserta dapat membaca sekaligus membandingkannya dengan kondisi saat mereka berada di sana, untuk selanjutnya dibahas bersama saat sesi kelas sejarah.
Lokasi kelas sejarah dipilih persis di depan rumah Roeslan Abdulgani. Pemilihan lokasi didasarkan pada kuatnya narasi sejarah rumah maupun lingkungan di sekitar rumah tersebut. Yakni, rumah Ahmad Jais, tokoh Muhammadiyah, serta rumah kontrakan HOS Tjokroaminoto setelah pindah dari Peneleh di kisaran tahun 1922-an.
Hadirnya kelas sejarah itu diapresiasi oleh Ketua RT. 04 RW. 02 Kel Peneleh Kec Genteng, Djarot Indraedhi. Dalam sambutannya di penghujung kelas sejarah, Djarot yang juga keluarga besar Roeslan Abdulgani itu mengungkapkan, sejarah tidak bisa hanya disampaikan berdasarkan tembung jare.
“Kalau hanya katanya ini, katanya itu, bisa rancu semua jadinya. Butuh riset dokumen untuk memperkuat. Nah, apa yang teman-teman jelaskan tadi semua ada data dan referensinya. Iki apik, Rek,” ujar Djarot.
Secara khusus Yayan menyampaikan, warga Plampitan khususnya Pak Djarot sangat terbuka dan kooperatif baik sebelum maupun saat penyelenggaraan Subtrack. Ada banyak informasi dan kemudahan akses didapatkan. Alhasil, ada banyak temuan-temuan baru saat Subtrack dilakukan, di luar dari yang disebutkan dalam referensi-referensi.
“Misalnya saat kami mendapatkan cerita makam pejuang 10 November 1945 yang gugur di dekat Jembatan Peneleh. Pihak keluarga menceritakan mereka bersikukuh tak mau makamnya dipindahkan. Tetap di situ di halaman rumah. Juga rumah lahir istri Mayjen Sungkono, yang ternyata juga dipakai dapur umum selama perang November 1945. Pemilik rumah itu masih menyimpan foto-foto yang membuktikan pernyataannya,” ujar Yayan.
Peserta Subtrack diajak menabur bunga dan menancapkan simbol bambu runcing serta signage di makam pejuang di halaman rumah warga Plampitan. Foto: Begandring.com
Alih-alih puas dengan materi yang dibuat, Yayan menyatakan dia dan anggota Begandring Soerabaia justru penasaran, sehingga ingin mendalami lagi temuan-temuan di lapangan. Demikian juga dengan peserta Subtrack.
“Saya baru tahu di sini, kalau di era itu ada notaris terkenal di Surabaya bernama Tjokrosudarmo, tokoh Sarekat Islam. Ini penting,” ujar salah seorang peserta yang kebetulan berprofesi sebagai notaris.
Subtrack adalah salah satu kegiatan rutin Komunitas Begandring Soerabaia. Sejak dilakukan perdana pada 2021, terdapat lebih dari dua belas rute Subtrack. Di antaranya, peneleh, pecinan, kota lama, pabean, bubutan, wonokromo, dan lainnya. Di setiap kegiatan Subtrack, ada sesi kelas sejarah yang disampaikan berdasarkan riset internal Komunitas Begandring Soerabaia. (*)